JAKARTA – Para penegak hukum harus terus menambah kapasitas ilmunya agar bisa membongkar tuntas berbagai kasus korupsi. Sebab, seiring dengan perkembangan zaman, para koruptor juga terus memperbarui modus operandinya agar bisa lepas dari pantauan aparat penegak hukum. Secara konsisten, News RCTI terus memberitakan berbagai kasus-kasus korupsi dengan modus dan jenis yang beraneka ragam.
Dalam kanal Nasional di News RCTI+, setiap hari ada puluhan berita terkait masalah pemberantasan korupsi dan segala permasalahan yang melingkupinya. Berita kasus korupsi selalu menarik untuk dicermati karena masalah tersebut telah menjadi musuh bersama bangsa. Bahkan, korupsi sudah ditetapkan sebagai kasus kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Meski perang melawan korupsi sudah dimulai sejak lama, namun hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Mengutip dari Antikorupsi.org, Transparency International menyebut skor CPI dan peringkat global Indonesia tahun 2020 mengalami penurunan. Dari skor 40 pada tahun 2019 menurun menjadi 37 pada 2020. Adapun peringkat global Indonesia juga turun dari 85 menjadi 102. Hal ini mengindikasikan terjadinya kemunduran terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Data ini selaras dengan pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD bahwa tren kasus korupsi setelah Reformasi meluas dan datang dari segala lini masyarakat baik vertikal maupun horizontal. Bahkan, dia menyebut korupsi lebih meluas daripada era Orde Baru. Sungguh Ironi. Semangat Reformasi yang salah satunya merupakan upaya pemberantasan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) ternyata masih jauh panggang dari api. Boleh dikatakan pemberantasan korupsi belum menunjukkan perkembangan yang positif.
23 tahun telah berlalu sejak jatuhnya Orde Baru, toh Indonesia masih terus berjuang melawan korupsi. Mengapa? Ada sejumlah faktor yang menyebabkan mengapa korupsi masih terus terjadi bahkan trennya naik. Pertama, korupsi telah mengakar dan seakan telah menjadi budaya. Praktik korupsi dalam tingkat berbeda terjadi di semua level mulai dari bawah hingga atas. Sehingga sulit sekali dihilangkan. Kedua, belum munculnya rasa malu. Ketika ada rasa malu, orang tidak akan berani korupsi.
Ketiga, penegakan hukum dilakukan masih bersifat pandang bulu. Tajam ke bawah, tumpul ke atas. Sudah menjadi rahasia umum, aparat hukum sangat cepat memproses pelanggaran yang dilakukan warga biasa. Tapi sebaliknya, aparat cenderung berbelit-belit jika melibatkan pejabat yang berpengaruh. Fenomena ini membuat penanganan korupsi menjadi terhambat. Keempat, rendahnya hukuman yang didapatkan para koruptor. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut pada semester I 2020, rata-rata hukuman para koruptor hanya 3 tahunan.
Masih banyak lagi faktor lainnya seperti kurangnya keteladanan dari pemimpin kita tentang hidup yang sederhana. Selain itu, belum adanya konsistensi dari aparat dan pemerintah untuk bersama-sama memberantas korupsi. Fenomena pelemahan KPK menjadi salah satu contoh nyata yang sedang kita saksikan dengan mata telanjang. Berbagai polemik yang terjadi di KPK masih menjadi bahasan hangat setiap hari di kanal Nasional, News RCTI+.
Baca juga: Kutukan di Kolong Casablanca Eps 3: Lorong Dunia Astral” href=”https://celebrity.okezone.com/read/2021/05/31/598/2418051/cerita-suara-kutukan-di-kolong-casablanca-eps-3-lorong-dunia-astral”>Cerita Suara Kutukan di Kolong Casablanca Eps 3: Lorong Dunia Astral
Pemberitaan tentang pemberantasan korupsi merupakan salah satu upaya media termasuk RCTI+ dalam untuk ikut mendukung pemerintah dalam memenangkan perang melawan korupsi. “Kita sangat konsern untuk bersama sama aparat hukum, pemerintah dan masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi. Karena itu kita banyak menayangkan berita tentang pemberantasan korupsi yang konstruktif dan membangun,” kata Co-Managing Director RCTI+ Valencia Tanoesoedibjo.
Pemberitaan yang massif sekaligus memberikan literasi kepada pembaca akan bahaya dan dampak negatif korupsi yang begitu dahsyat bagi negara ini. Berita-berita yang disajikan juga bertujuan agar memberikan efek jera bagi yang lain agar tidak terjerumus pada perbuatan tidak terpuji tersebut. Masyarakat bisa banyak belajar dari pemberitaan bagaimana nasib orang yang tertangkap karena korupsi. Media bisa berperan dari segi pencegahan.
Sudah banyak sekali pejabat korupsi yang berakhir tragis di penjara. Reputasinya hancur, kariernya tamat, keluarga juga menanggung malu karena namanya rusak di masyarakat. ‘’Dengan pemberitaan, RCTI+ juga bertujuan untuk memberikan dukungan kepada aparat hukum untuk tegas dan bersemangat menunaikan tugas mulianya dengan baik,’’ ungkap Valencia.
News RCTI+ selalu mengupdate isu-isu terbaru tentang pemberantasan korupsi. Salah satu yang kini sedang menjadi perbincangan di masyarakat adalah konflik internal yang sedang terjadi di KPK. Ada 51 pegawai KPK yang akhirnya tidak bisa lagi dipertahankan menjadi penyidik karena tidak lulus ujian wawasan kebangsaan. Kebijakan KPK ini akhirnya menuai kontroversi. Bahkan bola liarnya pun hingga kini menggeliding menjadi polemik yang berkepanjangan.
Baca juga: GTV Tawarkan Solusi Keuangan Lewat Kompetisi Nyanyi, Iis Dahlia & Charly Van Houten Siap Jadi Juri
Selain KPK, RCTI+ juga meneropong sepak terjang dua lembaga penegak hukum lainnya yaitu Polri dan Kejaksaan Agung dalam memberantas korupsi. Berbagai capaian penegakan hukum yang dilakukan KPK, Polri, dan kejaksaan Agung juga terus dikabarkan News RCTI+. Yang terakhir, berita operasi tangkap tangan (OTT) KPK dan Polri terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat pada Minggu (9/5/2021) dengan berbagai angle yang menarik. Tentu banyak sekali berita tentang OTT para koruptor dengan berbagai modus-modusnya yang makin canggih. Meski OTT para pejabat tergolong sering terjadi, tetap saja beritanya ditunggu masyarakat.
Masih banyak berita kriminal lain yang juga diberitakan News RCTI+. Ada penyalahgunaan narkoba, pembunuhan, perampokan, penganiayaan, penipuan, dan masih banyak modus kejahatan lainnya.
Sebelumnya
Selanjutnya
- #News RCTI Plus
- #RCTI Plus
- #News RCTI+