HONG KONG — Gina Benjamin yang merupakan pecinta sepak bola tidak hanya berlatih untuk meraih kemenangan di Gay Games yang akan datang di Hong Kong, tetapi dia juga bermisi untuk membantu mendorong reformasi hukum untuk pernikahan sesama jenis.
Setelah pindah ke Hong Kong dari Inggris pada tahun 2016, Benjamin, 33 tahun, bertemu cinta sejatinya di kota selatan Cina yang semiotonom ini. Namun hukum lokal yang hanya mengakui pernikahan heteroseksual memaksa pasangan ini untuk bepergian ke Kedutaan Besar Inggris di Vietnam untuk menikah pada bulan Agustus. Ketidakmampuan mereka untuk menikah di kota dimana kisah cinta mereka bermula membuatnya frustrasi.
Pada akhir pekan guru drama ini bersama tim pria, wanita dan transgender yang beragam akan bermain sepak bola dengan apa yang disebutnya “tujuan besar.” Dia berharap partisipasi dalam games ini dapat menunjukkan dukungan kuat pemerintah terhadap hak yang sama bagi pasangan sesama jenis.
“Kami bermain untuk memungkinkan perubahan hukum,” katanya.
Acara Gay Games pertama di Asia yang akan dimulai pada Jumat ini mendorong harapan akan inklusi LGBTQ+ yang lebih luas di kota keuangan regional ini, menyusul kemenangan baru-baru ini di pengadilan untuk kesetaraan pasangan sesama jenis dan orang transgender.
Setelah ditunda selama setahun karena pandemi, acara selama sembilan hari ini akan menyambut sekitar 2.400 peserta dari sekitar 40 teritorial. Mereka akan bersaing dalam berbagai permainan, dari tenis dan renang hingga kegiatan budaya seperti balap perahu naga dan mahjong.
Lisa Lam, ketua penyelenggara Gay Games, mengatakan penerimaan LGBTQ+ di Asia masih lebih rendah dibandingkan di seluruh dunia dan penting untuk membuat minoritas seksual terlihat di masyarakat.
“Prasangka berasal dari ketidakpahaman atau stereotipe,” kata Lam. “Membawa orang-orang yang berbeda bersama-sama, Anda dapat memecahkan stereotipe.”
Namun penyelenggara menghadapi berbagai tantangan sejak memenangkan penawaran untuk menyelenggarakan games pada tahun 2017.
Kesempatan untuk meningkatkan reputasi Hong Kong sebagai pusat keuangan internasional yang inklusif tidak mendapat banyak dukungan dari pemerintah. Beberapa anggota parlemen bahkan menyerang acara tersebut, dengan salah satunya menyarankan bahwa acara tersebut dapat menjadi ancaman bagi keamanan nasional.
Skala acara juga jauh di bawah tujuan awal penyelenggara yang ditetapkan pada tahun 2016. Mereka telah bertujuan untuk menarik 15.000 peserta dan memasukkan 1 miliar dolar Hong Kong (US$128 juta) ke ekonomi.
Pandemik COVID-19 sebagian besar bertanggung jawab atas penyusutannya. Ketika Hong Kong bergulat dengan ketidakpastian kapan aturan karantina yang ketat untuk para pelancong akan dilonggarkan, Guadalajara di Meksiko dinobatkan sebagai tuan rumah bersama untuk games tersebut.
Dengan pilihan yang lebih dekat tersedia, banyak individu dari Eropa dan Amerika memilih untuk tidak melakukan perjalanan jauh ke Hong Kong, kata Lam. Biaya tinggi yang terkait dengan penerbangan jarak jauh dan akomodasi hotel pasca-pandemi juga menahan banyak calon pengunjung, tambahnya.
Yang lainnya merasa ragu untuk mengunjungi karena risiko yang ditimbulkan oleh undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan Beijing yang telah menjebloskan dan membungkam banyak aktivis menyusul protes pro-demokrasi 2019. Taiwan, yang dituntut Cina sebagai teritorinya sendiri, tidak akan mengirimkan delegasi ke Hong Kong karena kekhawatiran keselamatan.
Namun Jerome Yau yang menggiatkan kesetaraan optimis bahwa masyarakat akan tetap menghargai bagaimana games ini mempromosikan dialog LGBTQ+. Mungkin akan membutuhkan waktu bagi orang untuk sepenuhnya menyadari warisan suatu acara, kata pendiri organisasi nirlaba Hong Kong Marriage Equality.
Aktivisme LGBTQ+ adalah salah satu bidang yang masih membuat kemajuan yang signifikan di Hong Kong di bawah tekanan pemerintah terhadap masyarakat sipilnya.
Selama satu tahun terakhir, pengadilan kota telah menetapkan bahwa operasi penggantian kelamin penuh tidak boleh menjadi prasyarat bagi orang transgender untuk memiliki gender mereka diubah pada kartu identitas resmi mereka dan mendukung pemberian hak perumahan dan warisan yang sama bagi pasangan sesama jenis yang menikah di luar negeri. Hong Kong kini bergerak menuju kerangka kerja untuk mengakui kemitraan sesama jenis menyusul putusan penting pada bulan September. Semua kemenangan ini diluncurkan melalui tantangan hukum yang diajukan oleh anggota masyarakat LGBTQ+ di tengah tumbuhnya penerimaan pernikahan sesama jenis di masyarakat.
Suen Yiu-tung, profesor studi gender di Chinese University of Hong Kong, mengakui kemajuan positif tetapi mengatakan pengembangan LGBTQ+ Hong Kong tetap tidak merata karena area lain belum banyak berkembang. Suen menunjukkan bahwa diskriminasi berdasarkan orientasi seksual masih legal di sektor swasta, dan bahwa laporan dari konsultasi masyarakat 2017 tentang pengakuan gender hukum belum dirilis.
Meskipun kebijakan pemerintah mungkin membutuhkan tahunan untuk sepenuhnya mengintegrasikan hak yang sama, banyak anggota masyarakat LGBTQ+ secara proaktif memanfaatkan setiap kesempatan untuk mendorong perubahan kecil. Ratusan relawan telah membantu membangun Gay Games.
Emery Fung, pendiri 29 tahun dari konsultan inklusi dan keberagaman, adalah salah satunya. Dia membantu mengatur toilet semua gender untuk peserta dan mengatur beberapa kontes untuk memungkinkan orang dari gender yang berbeda bermain bersama – memecahkan tradisi acara olahraga konvensional, yang biasanya memisahkan pemain berdasarkan jenis kelamin.
“Saya berharap pada akhirnya, tidak akan ada lagi kebutuhan untuk secara khusus menyatakan jenis orang apa saya atau jenis orang apa Anda, kita semua hanya hidup bersama,” katanya.